Buat Senja

Posted on | Tuesday, January 11, 2011 | No Comments

‘senja ini, bulan menyaru menjadi matari,’ ia mengetik kalimat itu di
telepon pintarnya dengan hati-hati..

ia tidak mau tampak melankolis saat senja tiba; senja sementara yang
lantas hilang ditarik malam.. ia berjanji akan menulis mengenai senja
yang ceria..

janji yang seolah mustahil karena senja selalu menghadirkan perasaan
kehilangan dan ngilu di pangkal tenggorokan, bahkan senja terindah
sekalipun, senja dengan matahari membara dan langit bergincu.. namun
ia telah berjanji untuk menghadirkan senja penuh warna, senja saat
lampu-lampu di karnival mulai menyala, musik mengalun dari balik tenda
dan makhluk-makhluk hasil mutasi genetika mengundang kanak-kanak
menyaksikan pertunjukan mereka..

sudah puluhan senja berlalu, namun ia belum berhasil membuat pembaca
satu-satunya gembira.. banyak pula senja yang terlewat dari
perhatiannya karena ia melupakan kala dan sibuk menatap layar kaca..

ia beralih memperhatikan malam dan sadar betapa ia juga menyukai
gelap.. malam yang sanggup membuat kota tempat tinggalnya terlihat
cantik.. malam yang sepi, atau malam penuh tawa, nyanyian, dan
teriakan.. malam, juga satu-satunya saat ia dapat menemui dia..

namun senja ini berbeda.. purnama sidhi mulai terbit setelah ia
selesai menari dan menyanyi bersama belasan kanak-kanak di ujung
kota.. bulan bulat raksasa berselimut lingkaran cahaya menatap angkuh
di ufuk timur langit biru tua.. ia mulai menyitir umar kayam: bulan
itu ungu, bulan itu kuning..

tahu ia mengabaikan janjinya, ia mengetik dengan hati-hati, ‘senja
ini, bulan menyaru menjadi matari,’ dan menekan tombol 'kirim'.

di tempat lain, beberapa bentar kemudian, dia tertawa setelah membuka
lipatan telepon selulernya..

*kisah nyata loooh, hahaha, sambil mendengar staraflur – sigur ros*

words: shinta eka

Eyegasm at Taman Menteng

Posted on | Sunday, January 9, 2011 | No Comments





Suguhan Langit

Dari bening kaca yang dirangka,
cahaya senja tempa paras-paras aneka rona;
    sosok-sosok mungil,
    kekasih-kekasih,
    para perangkap momentum,
    juga manusia-manusia penikmat luangnya waktu

Maka rehat sejenak teman
Hirup aura hangat suguhan langit ini
Sebelum lembayung dipampang mega,
Sebelum gelap datang,
    dan bintang memandu kita untuk pulang

taman menteng//11.01.2008

-------------

Entah karena waktu yang tepat, langit yang sedang bersahabat, atau memang penampakan senja selalu cantik di Taman Menteng. Ini kali pertama saya ke sana, tiga tahun lalu. Sekitar 30 menit, warna langit berubah dari biru dengan semburat kuning, lalu kuning keemasan, lalu kuning-merah, lalu merah berkolaborasi dengan ungu.. I had my eyegasm. Skygasm. Duskgasm.. :)

Senja di Maluku

Posted on | Friday, January 7, 2011 | No Comments

saumlaki



adaut


------


image by Meilia Astuti

cangkir

Posted on | Thursday, January 6, 2011 | No Comments

image by: shintaro eka
pencil + marker sketch
coloring in photoshop

sejuta senja

Posted on | Wednesday, January 5, 2011 | No Comments


senja adalah perpisahan yang menjanjikan pertemuan lagi di hari berikutnya. Jangan khawatir, masih akan ada sejuta senja sampai kiamat tiba.

Dua Single Espresso

No Comments

Belum sempat pengantar menu itu bertanya, “Dua single espresso.” Kusambar dia, sambil mengangkat jari tangan kanan dengan jari telunjuk dan jari tengah yang mengacung. Aku baru beberapa hari di kota pesisir ini, tapi aku sudah mulai bosan. Kota ini sebenarnya punya lanskap sejarah yang kaya, namun pembangunan pusat perbelanjaan dan perluasan jalan menutupi semua artefak. Yang tersisa hanya romantisme yang kelewat diagung-agungkan, jadinya sejarah hanya sekedar kitsch, pemanis kota. Kota yang makin lama-makin suram.

Hari ini aku sebenarnya berniat mengejar senja, berbekal sebuah kamera film yang sudah hampir masuk museum. Menyisiri beton-beton pemecah ombak. Beginilah bila kota pesisir menjadi kota metropolitan. Tak ada pasir yang tersisa, apalagi hutan bakau dengan burung-burung air dan ikan-ikan karang. Yang ada hanya reklamasi. Niat flaneur-ku urung, cuaca juga tak terlalu bagus, mendung tampaknya sedang mengincar tempatku berdiri untuk memuntahkan air di perut hitamnya. Aku memutuskan untuk mencari kopi.

Kafe ini menghadap langsung ke garis pantai. Horison senja akan sangat jelas seandainya tidak mendung. Beberapa meja bundar berpayung ditempatkan di terasnya. Ku pilih salah satu yang paling ujung. Sore itu sepi, mungkin karena hari kerja. Hanya ada dua pasangan yang sedang bersantai menikmati kopi. Pasangan pertama berseragam kerja, mungkin mereka satu kantor dan berniat menghindari kemacetan dengan secangkir kopi. Pasangan yang kedua, dua orang lelaki yang berbicara terlampau keras, dan diselipi cekikik yang sangat mengganggu. Untung tempat dudukku terletak di ujung.

Ku geser pantat ke ujung kursi. Kaki ku luruskan, tangan ku satukan di atas selangkangan. Posisi seperti ini membuatku rileks dan mata dengan leluasa menikmati godaan angin untuk menutup. Pesanan belum juga datang.

“Ini kopinya, satu double espresso” sore itu semakin kacau saja. Tapi aku tak ada hasrat untuk memaki, karena itu akan tambah merusak suasana. “saya pesan dua single espresso, bukan satu double espresso.” Aku berusaha menerangkan sebaik-baiknya, walau ku tau mimik wajahku tak bisa menyembunyikan kekecewaan yang tak ramah. Dan beruntung penyaji ini tak berusaha mendebat, walau sesaat kutangkap lirikan matanya seperti mencari-cari, mungkin dia kira aku datang dengan seseorang. Dan aku tak berniat menjelaskan. Menjelaskan kesendirian sama seperti memberi tahu bahwa es itu panas, pasti hanya menuai tawa sinis. ‘Just because I’m alone doesn’t mean I’m lonely,’ sepenggal quote dari pujangga Twitter. Aku yakin sebentar lagi orang yang menulis itu akan bunuh diri, bah!. Kesunyian yang sempurna itu tak pernah bisa dibagi.

Akhirnya pesananku sampai. Dua single espresso, dua tatakan, dua cangkir, dua pengaduk, dua bungkus gula, dan dua kue jahe. Ku tatap puas-puas lapisan buih coklat kusam di atas dua cangkir itu. Ini bagian pertama yang ku suka dari espresso. Busa tipis yang menutupi bagian inti yang berwarna hitam. Espresso yang pas bias dilihat dari warna buih ini. Aku tak terlalu suka espresso yang pahit tanpa gula. Tapi sebelum lapisan berwarna karamel ini habis terseruput, aku tidak akan menambahkan gula. Apalagi hanya untuk iseng mengaduknya. Bagi para barista, espresso adalah semacam gerbang untuk meracik kopi lain. Semua harus pas dalam membuat kopi ini, tidak boleh kurang, tidak juga lebih.

Cangkir kecil espresso ini berasal dari sebuah keterburu-buruan, bahkan ketika ditemukan oleh Luigi Bezzera, pada 1903. Espresso diciptakan dengan memotong waktu pengolahan. Hingga dinamai espresso, kopi cepat untuk orang yang tak punya waktu banyak. Berarti orang sudah terburu-buru semenjak satu abad yang lalu. Sungguh aku tidak suka dengan ide ini, aku tidak suka dengan relasi cangkir kecil dengan waktu yang sesaat. Di sebuah kedai kecil di Pulau Tarempa misalnya, orang bisa menyeruput kopi tubruk dengan cangkir kecil hingga bejam-jam. Ketika masih panas, kopi di tuang pada tatakannya. Ditiup-tiup, lalu diseruput dengan nikmatnya. Mereka tahu cara menikmati kopi, dengan penganan kue-kue yang manis dan obrolan hangat khas warung kopi. Kopi O, begitu mereka menyebutnya. Mungkin karena secara geografis Tarempa yang terletak di Kepulauan Natuna ini dekat dengan Singapura dan Malaysia, hingga terma yang sama dipakai di seluruh wilayah semenanjung. Percampuran budaya Melayu dan Cina juga dapat dilihat dari bentuk cangkir dan motif-motifnya.

Aku selesai dengan cangkir pertama yang ku isi setengah kantung gula. Buih kedua siap disesap. Lalu apakah ada keterburu-buruan dalam dua cangkir single espresso?. Apakah hukum matematika berlaku di sini, satu ketergesaan ditambah satu ketergesaan yang lain, hasilnya?. Sungguh aku tak ingin berfilosofi dengan kopi, yang aku inginkan hanya menikmati sore. Namun sore ini tak akan menarik bila kita tak bertanya-tanya, sekadar menghabiskan senja.

Words: Baihaqi

Worst Coffee

Posted on | Tuesday, January 4, 2011 | No Comments

What is the worst coffee you've ever tasted?
For Me, it was the one that served in Bebek Ginyo, Tebet. Oh, seriously. It's awful! It's too watery, almost tasteless..

It's nightmare :|

Vocabulary List of Coffee (part 1)

No Comments


Di suatu sore, di sebuah cafe, saya mengalami pembicaraan yang sedikit aneh dengan sang waiter saat memesan kopi. Sedikit. Saya, yang terbiasa memesan racikan kopi dengan rasa yang kuat, bertanya dari dua nama asing di menu, mana yang lebih pahit. Mungkin karena kalau cappuccino atau yang sudah banyak diracik dengan ini itu, rasa kopinya jadi tertimbun. Lagipula kalau ternyata minumannya terlalu pahit, saya toh bisa menambah gula kapan saja. Saya lupa saat itu pesan minuman apa. Yang pasti, setelah menyatakan pilihan saya, Mas nya berkata, "tapi ini pahit lho, mbak". Saya bilang saya sudah tahu karena tadi sudah dijelaskan. Lalu ia bilang lagi, "tapi ini pahit, mbak.pahit.." Sambil curiga si Masnya belum ngorek kuping hari itu, saya perjelas lagi, "iya, saya tau. Kalo mau manis, saya pesen minuman dengan bahan dasar coklat atau pesen susu sekalian, mas". Akhirnya si masnya bilang, "oh, abisnya cewe biasanya ga pesen yang pait-pait.."

Really? Ya mungkin cafe itu jarang didatangi perempuan seperti saya. Atau si masnya pas giliran jaga, kebetulan nggak pernah ketemu yang pesennya kopi kuat. Anyway, ternyata obrolan kopi-ini-pahit-lho-mbak ternyata cukup lama dan sudah ada tiga orang antri di belakang saya. Jadi kepikiran, kayaknya mungkin ada baiknya tahu beberapa istilah supaya ga lama nanya-nanya dan memutuskan.

:: caffè (espresso) — Istilah ini sangat umum. Kopi dengan rasa sangat kuat disajikan dalam gelas yang sangat kecil.
:: caffè Americano — Kopi gaya Amerika, rasanya tidak sekuat espresso dan disajikan dalam gelas yang lebih besar.
:: caffè corretto — coffee yang dicampur dengan grappa, cognac, atau minuman beralkohol lainnya.
:: caffè doppio — double espresso
::caffè freddo — es kopi
:: caffè Hag — kopi yang sudah diproses dekafein
:: caffè latte — kopi yang dicampur dengan susu panas dan disajikan, biasanya, untuk sarapan
:: caffè macchiato — espresso yang dicampur dengan sedikit susu, tidak sebanyak saat membuat cappuccino
:: caffè marocchino — espresso yang dicampur susu panas dan bubuk coklat
:: caffè stretto — espresso dengan air yang lebih sedikit. Very Strong!
:: cappuccino — espresso yang dicampur dengan susu yang di steam.
:: granita di caffè con panna — minuman kopi yang dibekukan, mirip slush, disertai serutan es di atasnya dan dihiasi dengan whipped cream.

Enjoy! :)

Love At The 1st Sniff

No Comments

It was love at the first sniff. No, I’m not talking about a guy. I’m talking about the Italian black coffee at Kopi Tiam Oey, Sabang. Kopi ini disajikan dalam wadah mirip teko yang membuatnya tetap hangat. Tidak sampai satu jam, sih. Tapi cukup lama bagi saya untuk menghabiskan segelas pertama. Gelas yang datang bersama teko besinya juga kecil. Jadi cukup menjaga kehangatan saat mengisi gelas kedua.

 Italian Coffee

Aroma harum yang menguar adalah sensasi yang nampaknya bisa membuat semua penyuka kopi tersenyum. Harum. Kuat. Sekuat rasanya. Jadi kalau Anda bukan penyuka kopi hitam, saya tidak terlalu menyarankannya.

Rasanya mengingatkan saya akan kopi aceh, tapi tanpa rasa masam. Pahit dan kentalnya tertinggal di belakang mulut sesaat setelah direguk. Nikmat? Tentu. Sekali lagi, kalau Anda orang yang terbiasa dan memang lebih menyukai kopi yang diracik dengan susu atau krim – seperti cappuccino, saya tidak terlalu menyarankannya.

Kopi lain yang disajikan dalam wadah unik adalah Kopi soesoe Indotjina (Vietnames drip cofee, with sweet condensed milk). Saya mencoba punya teman yang sudah ditambahkan gula dan susu, jadi tidak tahu rasa awalnya seperti apa. Hehe. Beberapa teman merekomendasikannya, tapi saya lebih suka Italian coffeenya.

 Kopi soesoe Indotjina

Ada 'Banket Djahe' untuk teman minum kopi dan teh. Rasa jahenya pas, tidak terlalu berlebihan.
Interiornya dipenuhi nuansa zaman dulu yang akrab dan santai. Mirip warung namun bersih. Sangkar burung yang digunakan sebagai wadah lampu nan unik dan menambah kuat kesan Indocina. Kopitiam Oey didirikan oleh Bondan Winarno, host program “Wisata Kuliner” di salah satu TV swasta yang terkenal dengan ungkapan "maknyus"nya. Nama Kopitiam sendiri berasal dari kata kafe tien dalam dialek Hokkien yang berarti “warung kopi”.






 


Kopitiam Oey
Jl H Agoes Salim 18
DJakarta Poesat – 10340
telp +6221 3924475
info@kopitiamoey.com

visitors

Popular posts

Followers